Jumat, 09 September 2011

Di Rimba Penantian

By Pidri Esha | At 09.01 | Label : | 2 Comments
di rimba penantian
kutengadahkan wajah
perputaran waktu
merambat pelan
sejenak pun tak ada
aliran 'tuk berpaling
senandung rindu hanya
untukMU, Tuhan..

suatusenja, Mei 2011

Paspor, Bidadari, Mau?

By Pidri Esha | At 08.52 | Label : | 0 Comments
Akhir pekan di penghujung Juli. Sore itu langit agak mendung, matahari senja tertutup selendang bidadari yang tiba-tiba turun ke bumi. Ya, bidadari! Seperti yang sering kita dengar waktu masih kanak-kanak, berulangkali didongengkan oleh ibu atau nenek kita bahkan hampir tiap malam sebagai penghantar tidur kala mata sudah mulai lelah bersahabat dengan cahaya malam.

Apakah aku akan bercerita tentang bidadari? Hemm..mungkin ya! Lantas bidadari yang mana? Bidadari yang bertebaran di dunia maya? Atau bidadari dalam alam fikir (imajinasi)? Bidadari surgakah? Ahh, kalau yang itu siapa saja mau. Aku duluan ya..he..he..! Eit’s, tunggu dulu! Sudah punya paspor belum? Tapi jangan paspor hijau ya, nanti kita tidak bisa lihat unta *bisik-bisik* :P

Paspor? Kalau kita mau keluar negeri pasti deh butuh paspor, iya nggak! Belum pernah ke luar negeri ya? Sama dong..hehe..! Tadi katanya mau membahas tentang bidadari, lha koq malah lari ke paspor? Jangan-jangan ada kaitannya. Au, ahh elap..:P Becanda lagi kan, serius dikit napa? Iya deh!

Bidadari surga seperti dijelaskan dalam Alqur’an bahwa mereka ada khusus untuk melayani penghuni surga. Dan aku yakin kalian lebih faham dan mengerti daripada aku seorang penyair “mbelink”

Paspor adalah catatan segala perbuatan kita, baik dan buruk selama kita hidup di dunia, terserah kalian mau pilih paspor illegal atau paspor legal. Kalau kepingin ketemu bidadari, ya pilih paspor legal.

Apakah aku akan membicarakan tentang paspor kalian semua. Oh, tidak! Justru aku ingin menunjukkan pasporku yang masih illegal. Betapa banyak kesalahan baik ucapan, perbuatan, perkataan yang disengaja maupun tidak yang selama ini telah kulakukan pada kalian, sahabat-sahabat semua.

Oleh karena itu dengan kerendahan hati kuhaturkan ribuan ma’af kepada kalian semua atas khilaf dan salahku. Semoga Ramadhan tahun ini menjadikan kita manusia yang lebih bijak dalam berucap dan bersikap. Ikhlas hati cerminan diri.

Salam takzim..:)
Salam dari hati “penyair mbelink”

AIIHH...!!!

By Pidri Esha | At 08.49 | Label : | 0 Comments
Di keremangan petang di sebuah coffee cafe, aku dan teman-teman nongkrong seperti biasa, menghabiskan sisa senja sebelum pulang ke rumah masing-masing. Bercanda, ngobrol ngalor ngidul sembari menikmati secangkir kopi panas dan beberapa panganan kecil, tak lupa sebatang rokok terselip di bibir yang asapnya berputar mengikuti arah angin yang dihembuskan kipas angin yang terletak di langit-langit ruangan.

Masih di tempat yang sama, kira-kira berjarak tiga meja dari tempak kami. Duduk seorang laki-laki pada sebuah sofa yang terletak di sudut cafe. Dengan potongan tubuh yang atletis, wajah yang bersih seperti habis di amplas. Baju yang dikenakan dari merk terkenal, serta celana denim yang entah merknya apa, sepertinya merek luar negeri juga dan sepatu hitam mengkilat.

Laki-laki itu terus menatapku dengan pandangan mata yang sangat tajam tanpa berkedip.
“Ben, liat tuh laki-laki yang disana dari tadi ngeliatin kamu terus”, ujar Aditya temanku.
“Iya, kayaknya cari perkara”, jawabku menghembuskan asap rokok.

Untuk mengurangi emosi yang mulai naik karena tatapan laki-laki itu, aku menyeruput kopi yang terletak di meja sembari melirik ke arah sofa.
Tiba-tiba, laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya, lantas berjalan ke meja kami, tepatnya ke arahku. “Wah, benar-benar cari perkara nih”, gumamku. Kulihat temen-temen sudah pada siap menjaga kemungkinan yang akan terjadi.
Tepat dihadapanku, laki-laki itu menunduk, lalu ia berkata, “Hai cowok, duhh manisnya, boleh kenalan nggak?”, pintanya dengan suara lembut dan gerak tubuh yang lemah gemulai.
Aku langsung tersedak bahkan gelas yang ditanganku mencelat langsung masuk tenggorokan lalu pingsan.

Aiiiih,..:D


suatusenja, 9 Juli 2011

Oscar dan Blackberry

By Pidri Esha | At 08.46 | Label : | 0 Comments
Di teras sebuah rumah yang asri, Abang dan Neng asyik menikmati suasana senja yang hangat, beberapa potong kue kecil dan secangkir teh manis menemani. Semilir angin, gemericik dedaunan bambu kuning, menari, melambai, menciptakan musik alam yang syahdu. Seekor tokek mirip Oscar, itu lho! Kartun anak-anak yang sering diputar di salah satu stasiun teve swasta, mantan teve yang katanya teve “Pendidikan Nasional”, ternyata ahh..sudahlah..!. Ia menjulurkan lidahnya, weeekkkk…, melihat kemesraan Abang dan Neng.

“Busyeeet, bikin iri tetangga aja”, batin Oscar sembari matanya menatap tajam seekor lalat yang terus menggoda seleranya.

“Bang!” Ujar Neng memecah keheningan.

“Iya! Ada apa?” Abang balik bertanya, melirik ke arah Neng yang bergelayut manja di pundaknya.

“Mmmm, Neng minta sesuatu boleh nggak?”

“Boleh! Abang akan melakukan apa saja demi Neng”. Sembari tanganya mencolek pipi Neng.

“Gini Bang! Punya Neng kan dah sering error nih. Neng minta beli’in blackberry. Bolehkan Bang?”, rajuk Neng harap-harap cemas.

Abang tersenyum, “Iya Neng!”

“Makasih Abang!” Seraya mendaratkan ciuman di pipi Abang.

O’oo,…ckckc…! Si Oscar tokek geleng-geleng kepala mendengar permintaan si Neng.

“Huh, mulai deh’, gerutu Si Oscar menikmati buruan yang berhasil ditangkap. (Nih Oscar koq repot amat ya, ngurusin orang..hehe..)

Keesokan hari dengan hati riang Abang memenuhi permintaan Neng tersayang. Saat magrib Abang tiba di rumah, langsung menuju kamar tanpa sempat melepas sepatu.

“Neeennggg..! Udah Abang beli’in nih”

“Mana Bang?” Tanya Neng dengan hati berbunga-bunga.

“Eitss, sebentar! Neng tutup mata dulu ya”. Ujar si abang seraya mengeluarkan sapu tangan dari saku. Dengan sigap Abang pun menutup mata Neng. Setelah itu Abang mengeluarkan sesuatu dari tas kreseknya lalu kemudian ia letakkan di atas meja. Ia tuntun tangan Neng ke arah meja lalu perlahan ia membuka sapu tangan yang menutupi pandangan Neng.

Jreeenggg…!

“Lho..! Mana Bang blackberrynya?” Tanya Neng dengan kening berkerut.

“Itu, di atas meja”. Menunjuk ke arah blackberry.

“Ya, elaaahhh, itu kan buah Bang, buah blackberry kayak blueberry, strawberry, atau apalah. Neng kan minta hape Baang, haaapeeee blackberry” teriak Neng dongkol hingga mengagetkan Si Oscar yang sedang tidur nyenyak di pojok langit-langit kamar.

“Neng..! Emangnya kamu bilang hape? Nggak kan?” Tanya Abang tak kalah sengit melihat Neng buru-buru masuk kamar.

Braaakkk…!

”Mulai malam ini Abang tidur di ruang tamu”, teriak Neng dari dalam kamar.

“Tapi Neng, hadoohh..!”

”Bodo..!” Buka pintu sambil melempar selimut ke wajah Abang.

“Mampus gue..!” dengus Abang.

Si Oscar menggoyangkan ekornya seraya melihat ke atas, lalu bergumam,.. ckckc..!!



Ungaran, 13082011

Menjelma Tanpa Ada

By Pidri Esha | At 08.39 | Label : | 0 Comments
serpihan debu akal padat kekas
roda hitam matahari berputar
pada porosnya yang mulai aus
lagak pesona mengayuh bahtera
mengokang senjata tanpa makna
peluru tajam mengoyak jiwa

kedua belah tangan bak keranjang sampah
menadah bulir air mata berharap jadi permata
dari sayatan luka bernanah

memerdekakan diri dari beras tanak nasi
terjulur di ujung mata kaki
membeku di cawan ketakberdayaan
merepih di lipatan hari
lalu menjelma dalam hati tanpa ada


Trotoar Ungaran, 3092011

Rembulan di Sisik Danau

By Pidri Esha | At 08.38 | Label : | 0 Comments
gambang suling larut dalam musik tak bertuan
kleneng genta tergerus derap teknologi
carut marut jiwa terabai angan
menyesap di sudut-sudut sepi

aku menemukan muka yang pias pada bulan
aku menemukan rindu yang samar pada matahari
menunggu cinta pada sungai dan riak danau

rembulan pun makin menggigil
seperti menuju kematian
kerling bening bola matanya
berselimut gerimis pekat
hatinya mengucur hujan deras
yang begitu lebat

rembulan di sisik danau
lukisan pilu di ujung tanya


Ungaran, 23082011



Tiang Bendera

By Pidri Esha | At 08.34 | Label : | 0 Comments
Timur barat utara selatan
delapan penjuru angin
tak satu lidahpun
tak setetes air liurpun
yang berteriak lantang,
"Ini tiang bendera"


Hei, aku ingin bertanya?
mampukah bendera berkibar
tanpa "tiangnya"?
tiang? Iya, tiang!

Taukah kau?
"tiang bendera" kita berasal
dari tulang belulang
yang direkat campuran
keringat, darah dan air mata
jagalah ia!
seperti kau menjaga
bambu runcing ibu pertiwi


Palagan Ambarawa, 17082011

Air tajin, Whisky dan Sop Babi

By Pidri Esha | At 08.33 | Label : | 0 Comments
bunyi kendang tak lagi rancak

iramanya memecahkan gendang telinga

para penabuh tak hiraukan nada

sibuk dengan partitur mereka sendiri

musik tak lagi merasuk jiwa

terhempas oleh kerakusan fana



mereka merasa lebih pintar

dari pada sang dirigen

tongkat simphony pun tak lagi bermakna

nyanyian nusantara sumbang sudah

membuat hati anak negeri terbelah



kemarilah!

biarkan sang penyair membuat sop babi

tuk disuguhkan kepada pendongeng anak negeri

agar mereka merasakan geliat cacing pita mencengkeram

usus-usus bertabur berlian dari kristalisasi keringat anak negeri



Ah, air tajin pun berubah menjadi whisky

aku ingin mabuk lagi!



Ungaran, 25072011



Kursi Mabuk Whisky

By Pidri Esha | At 08.32 | Label : | 0 Comments
Hei kau, kemarilah!
tahukah kau? aku tidak mengerti
terhadap apa yang mesti aku ketahui
aku semakin tidak mengerti
kenapa aku harus mengerti?

Oh, tidak!
kenapa kau mengangguk
bukan itu yang kuinginkan
aku 'tak butuh kau mengiyakan

bukankah kau punya hati?
bahkan mungkin jiwamu pun
manunggaling dengan kehidupan
yang telah kau jalani

kenapa kau membisu?
coba katakan,
"hei, orang yang sukanya manggut-manggut,
bukankah kalian punya mulut?
bicaralah!

aku semakin tidak mengerti
saat jutaan otak sibuk
mencari cangkangnya sendiri

ah, kur(politi)si pun mabuk whisky

Ambarawa, 07082011

Kopi, Puisi dan Sebutir Peluru

By Pidri Esha | At 08.30 | Label : | 0 Comments
Secangkir kopi tersaji, aromanya memenuhi ruangan
laki-laki itu terkejut ketika melihat secarik kertas mengapung
terbata ia membaca pesan di kertas yang berlumur kopi itu

”Masih adakah sisa candu tubuhku di kepalamu?”
laki-laki itu merasakan kepalanya dingin

Bergaya mafioso Itali, tiba-tiba seorang wanita muda menghampiri,
lalu menempelkan moncong pistol tepat di kening sebelah kirinya

”Dooorrr..!” Suara pistol menyalak entah punya siapa

Seringai serigala menghiasi wajah laki-laki itu
melihat wanita muda itu terkapar,
ia tersenyum mengejek seraya berucap,

”O voi perdere la mia donna!”

Laki-laki itu pun beranjak dengan asap mengepul
di balik jaketnya yang berlubang


Ungaran, 28072011

Puisi Yang Tertunda

By Pidri Esha | At 08.26 | Label : | 0 Comments
kembali kau melipat malam

berlenggang menuju taman impian

menutup jendela angan

dalam selimut peraduan

tapi bukan untuk membedah

puisi yang tertunda

sebab kau sudah menyuling

di seluruh nadiku,

-jadi arakku-


ungaran, 5082011


◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Ad

business

technology

Copyright © 2012. Celoteh Kopi - All Rights Reserved B-Seo Versi 4 by Blog Bamz