Senin, 01 Oktober 2012

Terima Kasih Pak, PAJEROnya

By Pidri Esha | At 09.49 | Label : | 2 Comments
Kulirik jam yang melingkar di tangan 9.30 wib, janji dengan klien, seorang pimpinan di sebuah lembaga. Wah bisa telat nih, pikirku. Dengan kecepatan tinggil, kularikan kendaraan ke arah timur. Uupss, macet, suara lengkingan klakson dan asap kendaraan beterbangan membentuk lingkaran meliuk membuat para pengendara terbatuk dan menggerutu dengan bahasa masing-masing, mungkin bagi sebagian orang hal tersebut sesuatu yang menjengkelkan tapi bagiku itu sebuah sonata yang indah, ya kebisingan dan kemacetan di jalan raya puluhan bahkan mungkin ratusan kendaraan berjejal memenuhi badan jalan yang tidak seberapa lebar. Mataku menatap lurus pada lajur kendaraan yang serupa ular memanjang dan aku seperti sisik di sebelah dalam terasa pengap dan berat.Bulir peluh perlahan menetes menahan rasa panas yang menyengat.

Tepat jam 10, tiba di lokasi. Senyum security membuat pikiran agak tenang. Setelah basa-basi, aku menuju ruangan beliau (pimpinan lembaga). Ketukan halus pada daun pintu. Terdengar suara sepatu beradu dengan lantai menuju ke arahku. Sreett, dan pintu terbuka, sesosok PENDEKAR (Pendek Kekar) tersenyum.
"Oohh, Mas yang tadi nelpon ya. Ma'af mas, saya lagi ada jadual sampai jam 12. Gimana, mau nunggu atau besok kesini lagi?" Ujarnya tanpa jeda.

Aku terdiam sejenak, "Saya tunggu saja pak", jawabku tersenyum lega.

Setelah itu beliau mempersilahkan aku duduk. Hemm, ruangan yang lumayan sejuk. Dindingnya berhiaskan beberapa lukisan yang menarik perhatianku dan satu pot palem di sudut ruangan ikut meramaikan ruangan tersebut. Selera tinggi terlihat dari lukisan yang terpampang begitu artistik. Selama menunggu, apa yang aku lakukan? Fikiranku mulai fokus menyusun kalimat-kalimat yang akan kusampaikan kepada beliau. Tak lama kemudian hape berdering, terdengar nada panggil, KITARO, musik kesukaanku. Sekilas kulirik layar hape, partner, apalagi nih pikirku. Ternyata cuma mau nanyain, "Dimana? Posisi?". Weleeehh..ckckck..

Akhirnya setelah dua jam aku menunggu dengan perasaan gelisah, beliau masuk ke ruangan. Sembari tersenyum, lagi-lagi ia berucap, "Ma'af mas, ngerepotin, menunggu saya". Aku tersenyum, duuh, nih bapak baik amat ya. Jarang-jarang lho ada pimpinan seperti itu, heuheu..

Tidak seperti dugaanku, ternyata beliau sangat familiar, dan terjalinlah percakapan yang hangat, ngobrol ngalor ngidul, lalu kuutarakan tujuan kenapa aku menemui beliau. Jawabannya sangat menyenangkan, beliaupun langsung memanggil para wakilnya minta pendapat. Ternyata setali tiga uang, klop daahh..

Jam 01.00 wib tak terasa waktu berjalan, kemudian aku pamit, tak lupa berjabat tangan. Sembari berjalan menuju parkiran, aku sempatkan bertanya,
"Pak, boleh nanya!"
"Silahkan, silahkan mas, mau nanya apa"
"Ma'af pak sebelumnya, tadi saya mengamati bapak sepertinya ada sesuatu yang bapak kuasai?"
"Maksudnya mas?"
"Aura bapak lain dari yang lain, dibanding dengan wakil-wakil bapak tadi"
"Ooo itu, biasa aja koq mas. Yang penting PAJERO aja" ujar beliau terbahak-bahak tanpa mengurangi kharismanya.
"Pajero"?
"Iya, Panas jobo jero"

Akupun ikut tertawa, ada-ada saja bapak nih, pikirku. Lalu aku ucapkan terima kasih. Diiringi senyum khas beliau. Kulangkahkan kaki menuju parkiran. Belum sempat aku menyalakan kendaraan, tiba-tiba ada sms masuk. Ternyata dari beliau, isi smsnya, "Mas, PAJERO itu adalah Pikiran Apik Jembar Omahe" (Pikiran baik jiwapun lapang). Jangan pernah berfikir negatif terhadap sesuatu maka jiwamu akan lapang dan Insya Allah baik rumah dunia maupun rumah akherat juga akan lapang/luas"

Aku termenung sesaat, kulirik ke arah jendela ruangan beliau. Lalu aku berucap lirih, "Terima kasih banyak pak"
Pelajaran yang kupetik hari itu sangat-sangat berharga, padahal baru kenal dan baru pertama kali bertatap muka. Ya, kita manusia terkadang tak menyadari bahwa pikiran negatif akan mempengaruhi jiwa, imbasnya bisa kemana-mana.

Semarang, 3 Agustus 2012
*hanya sekedar catatan ringan*

Ketika Sang Peramu Kata-Kata Bunuh Diri

By Pidri Esha | At 09.47 | Label : | 0 Comments
Lincah jemari sang peramu
menari di atas lembar waktu
huruf demi huruf terangkai indah
ornamen-ornamen pun ditatah
memantulkan cahaya
serupa goresan kaligrafi
terpampang megah
di tembok perkasa
ribuan dengung pemuja
berdecak kagum, terpesona
hingga membuta mata

Setitik nila jatuh
menderai rangkaian kata
membelah, menebar aroma bunga rafflesia

Lalu sang peramu sibuk menata
membangun imun tubuh
tapi ia tak sadar, racun telah menyebar,
mengakar di pondasi kedigdayaan

Akhirnya sang peramu bunuh diri
dengan meminum ramuan kata-kata
yang ia seduh di cangkir para pemuja

Ungaran, 5 April 2012

Di Ujung Gemas

By Pidri Esha | At 09.24 | Label : | 0 Comments
Benih kata tersemai
di ladang waktu, bertunas,
merekah di ujung gemas.
; kamu

07/09/2012 
By Pidri Esha

Sajak Bunga Ranjang

By Pidri Esha | At 09.18 | Label : | 0 Comments
Serupa tikus mengendus  
di kolong cakrawala
mengerat remah-remah kata
menenggak tirta perselingkuhan
yang menetes dari rahim malam

Lalu berbaring,
bantal bulu angsa
selimut bulu domba
menatap pendar cahaya bintang
menembus kisi-kisi tulang iga
membentuk tatanan semesta
yang kelak lahir berwajah rama atau rahwana

Sajak bunga ranjang merekah
di tangkai keniscayaan
; kita

18/09/2012
By Pidri Esha

PUKUL 21.50 MALAM

By Pidri Esha | At 09.15 | Label : | 0 Comments
Lalu ia menyepi
dengan secangkir kopi
yang hampir basi.

23/09/2012

Sudut Kota - Pajeksan Malioboro

By Pidri Esha | At 09.05 | Label : | 0 Comments
kelupas kulit kacang meremah di mulut yang berbusa
kepul asap rokok bergulung mengalahkan,
kabut asap pabrik pengolahan gula madukismo
lalu mereka berceloteh tentang,
pelacur-pelacur pojok stasiun yang bahenol
anak-anak muda harapan bangsa yang terlindas roda-roda besi
karena berebut mimpi di siang hari,
para pemimpi sibuk menafsir berapa nomor togel yang akan keluar,
mahasiswa yang ditagih ibu kost karena belum bayar uang sewa,
penyair jalanan yang dekil, kumal, melebihi gelandangan kota
sandal jepit yang talinya hampir putus sembari
menenteng pena dan kertas berharap ada penerbit melirik karyanya,
tentang dosen yang cantik, gemulai, lirikan tajam,
merontokkan daun-daun akasia

aku hanya bisa terdiam mendengar celoteh mereka
strawberry sunrise melumpuhkan syaraf penindaiku.

Pajeksan, Pojok Malioboro, 1998
By Pidri Esha
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Ad

business

technology

Copyright © 2012. Celoteh Kopi - All Rights Reserved B-Seo Versi 4 by Blog Bamz